Drama Cinta Rame-Rame
Para Pemain :
- Yulianti Masruroh sebagai Anti
- Ilham Wahyudin Wasilah sebagai Ilham
- Filwah Samahir Laili sebagai Bu Filwah (Ibu Anti dan Wildan)
- Novi sulistyani sebagai Bu Novi (Ibu Ilham dan Iis
- Usef Rindi Hastika sebagai Pak Usef (Ayah Anti dan Wildan , suami Bu Filwah)
- Salimudien Nur Sopian sebagai Pak Adit (Ayah Ilham dan Iis suami Bu Novi)
- Iis Nurhayati sebagai Iis (Adik Ilham)
- Wildan Saepul Rais sebagai Wildan (Kakak Anti)
- Reinhar Raja Bunjabi sebagai Pak Ustad
- Cecep Ramdani sebagai Hansip I
- Muhamad Fazri sebagai Hansip II
- Yusup Bahtiar sebagai Preman I
- Reza Firmansyah sebagai Preman II
Cinta Rame-Rame
Di suatu Desa terdapat 2 keluarga yang tidak pernah akur, setiap hari
selalu saja ada permasalahan yang diributkan dari hal yang terkecil samapi hal
yang terbesar. 2 keluarga tersebut sama-sama memiliki 1 orang anak laki-laki
dan 1 orang anak perempuan.
BABAK I
Muncul sepasang suami istri dari dalam rumahnya. Si
istri menenteng sapu dan sang suami duduk dengan membawa secangkir kopi.
Bu Novi :”
Yah kapan kita beli AC baru ? Gak kayak tetangga sebelah pake AG terus.”
(dengan nada menyindir)
Pak Adit :” AG ? Apa itu AG Bu ?.” (heran)
Bu Novi :”
Angin Gelebug Yah .” (nada datar)
Setelah percakapan itu muncul sepasang suami istri
dari rumah yang lain karena merasa tersinggung dengan ucapan keluarga Pak Adit
tadi.
Bu Filwah :” Pah kapan kita beli kompor gas
baru ? Jangan kayak tetangga sebelah masak ko pake kayu bakar.” (Dengan nada
menyindir)
Dengan mendengar ucapan tersebut keluarga Pak Adit ,merasa
tersinggung. Pak Adit pun berbicara kepada Istrinya.
Pak Adit :” Buat apa masak pake kompor
gas, kalo beli gasnya aja masih ngutang.”
Keluarga Pak Usef pun kembali membalas.
Pak Usef :” Buat apa beli AC kalo bayar
listrik aja masih nunggak.”
Konflik pun semakin memanas. Karena mendengar kedua
Orangtuanya bertengkar kedua anak dari keluarga tersebut pun keluar.
Anti :“ (Bingung) Ada apa sih
Mah ?.”
Bu Filwah :” Biasa tetangga miskin. So-so mau
beli AC gitu.” (dengan wajah masam)
Sedangkan itu keluarga Pak Adit yang merasa panas pun
balik menimpali.
Bu Novi :” Apa ?
(menempelkan tangan kanannya ke telinganya) Orang miskin ? Gak salah denger ?
Miskin kok teriak miskin.”
Ilham :” Iya Bu bener.”
(memanas-manasi)
Wildan :” Apa kaga salah dia
ngomong?.” (kesal)
Iis :” Nggak , kenapa ?
Masalah hah ?.” (mendongakan wajahnya)
Anti :” Apaan sih ?.” (Tak
mengerti)
Ilham :” Halah , so-so belaga
nggak ngerti deh.” (cibirnya)
Anti :” Apa sih kamu ? Gaje
banget.” (Kesal)
Wildan :” Iya bener De , dasar
keluarga Gaje.” (dengan nada menghina)
Iis :” Apa kamu bilang.”
(Geram)
Pak Usef :” Sudah-sudah , masuk kalian
semuanya.” (membentak)
Wildan, Anti, Iis dan Ilham pun masuk ke dalam rumah
dengan perasaan kesal. Sedangkan itu karena konflik semakin memanas, Pak Usef
dan Pak Adit pun sudah tidak dapat lagi menahan amarahnya dan hendak terlibat
kontak fisik. Namun saat Pak Adit hendak masuk ke pekarangan rumah Pak Usef ,
Pak Usef mengusirnya.
Pak Usef :” Heh mau apa kamu datang ke
rumah ku ? itu bukan hak mu.” (berteriak sembari menghampiri Pak Adit)
Karena di usir Pak Adit pun kembali ke rumahnya
sembari menggerutu.
Pak Adit :” Dasar subur.” (gerutunya kesal)
Pak Usef yang mendengar itu pun langsung naik pitam
kontan saja ia langsung pergi menghampiri rumah Pak Adit. Saat baru saja masuk
ke pekarangan rumah Pak Adit , Pak Adit mengusirnya.
Pak Adit :” (bertolak pinggang) Mau apa
kamu datang kemari hah ? Ini bukan hak mu.” (Teriaknya)
Karena diusir Pak Usef pun keluar rumah Pak Adit
dengan menggerutu.
Pak Usef :” Dasar ceking.” (umpatnya)
Istri Pak Adit marah mendengar suaminya di kata-katai
seperti itu.
Bu Novi :” Heh tua
bangka (sambil menunjuk-nunjukan sapu yang sedari tadi dipegangnya) apa yang
tadi kamu katakan hah ? Jangan mentang-mentang badan mu subur yah !!.” (Teriaknya)
Istri Pak Usef yang mendengar umpatan istri Pak Adit
pun ikut marah.
Bu Filwah :” Apa yang kamu katakan heh nenek
peot.” (Teriaknya)
Setelah mendengar pertengkaran Bu Novi dan Bu Filwah
, Pak Adit dan Usef pun berusaha menenangkan istrinya.
Pak Adit & Pak Usef :” Sudah diam kalian.” (teriaknya
bersamaan)
Istri Pak Usef dan Pak Adit pun terdiam , sedangkan
itu Pak Usef dan Pak Adit saling pandang karena tadi mereka berteriak
bersamaan.
Pak Adit :” Mungkin permasalahan ini harus
diselesaikan dengan kontak fisik.” (tantangnya)
Pak Usef :” Kau menantang ku hah ? Siapa
takut.”
Mereka berdua pun keluar dari rumahnya masing-masing.
Dengan amarah yang meletup-letup Pak Adit dan Pak Usef menyingsingkan lengan
bajunya masing-masing. Sedangkan istrinya hanya khawatir dan cemas takut terjadi
perkelahian.
Pak Usef :” Jadi kau menantangku hah ?.”
(bertolak pinggang)
Pak Adit :” Iya , kenapa ? kau takut ?
(tertawa mengejek) hahahaha dasar . Badan mu saja yang besar tapi nyalimu ..
hah.” (dengan nada meremehkan)
Pak Usef :” Apa?.” (meninjukan tangannya
karena kesal)
Bu Novi :” Ayah ..” (teriaknya histeris)
Bu Filwah :” Papah ..” (teriaknya histeris)
Teriak Bu Novi dan Bu Filwah bersamaan.
Tinju Pak Usef terhenti karena teriakan istrinya dan
karena kemunculan Pak Ustad.
Pak Ustad :” Tunggu ..” (teriaknya)
Pak Usef dan Pak Adit pun menatap Pak Ustad dengan
tatapan marah karena menahan marah namun berubah menjadi tatapan malu.
Pak Ustad :” Assalamualaikum. Wr.Wb.”
(menyapa)
Pak Adit & Pak Usef
:” Waalaikumsalam.Wr.Wb.” (bersamaan)
Pak Adit :”Eh Pak Ustad .. “(bersalaman
sembari tersenyum)
Pak Usef :” Hendak kemana Pak Ustad ?.”
(bersalaman)
Pak Ustad :” Hendak ke rumah saudara Pak.
Bapak-bapak sendiri apa yang tengah bapak-bapak lakukan?.” (menyelidiki)
Pak Usef :” Kami sedang melepas rindu,
setelah sekian lama tidak bertemu.” (cengengesan)
Pak Ustad :” Apa benar Pak Adit?.”
Pak Adit :” Benar Pak ustad.” (tersenyum)
Pak Ustad :” Lantas, mengapa Pak Usef
mengepalkan tangan seperti itu?.” (heran)
Pak Usef :” Tadi saya akan memeluk Pak Adit
seperti ini.” (sembari mempraktekan)
Pak Ustad :” Oh begitu. Ya baguslah, tadi saya
pikir Bapak-bapak akan berkelahi. Tapi ternyata dugaan saya salah. (Tersenyum)
baiklah jika begitu saya pamit dulu Pak. Mari Pak . Assalamualaikum.” (pergi)
Pak Usef & Pak Adit :” Waalaikumsalam.” (ucapnya bersamaan)
Setelah Pak Ustad pergi, Pak Usef dan Pak Adit pun
saling melepaskan rangkulan mereka satu sama lain. Setelah itu mereka berdua
pun masuk ke rumahnya masing-masing.
BABAK II
Malam itu seperti biasa Ilham dan Iis yang merupakan
putra dari Pak Adit dan juga Wildan dan Anti yang merupakan putra dari Pak Usef
, mengaji di tempat pengajian yang sama. Mereka pun pergi mengaji. Setelah
sampai di tempat mengaji mereka pun langsung duduk dan tak lama kemudian terjadilah
konflik antara Iis dan Wildan. Saat itu Pak Ustad belum tiba.
Iis :” Ka tetangga kita
belagu banget yah ? Katanya mau beli kompor gas baru padahal, buat beli gasnya
aja sering ngutang.” (melihat ke arah Wildan dan Anti)
Wildan :” Heh apa kamu bilang? Justru
kamu yang belagu mau so-so mau beli AC tapi iuran buat bayar listrik aja belum
lunas.” (meninggikan nada bicaranya)
Iis :” Apa kamu bilang?
Kamu ngajak berantem hah (mendongakkan kepala) ? Gak tau yah aku ini udah sabuk
hitam di karate.” (tersenyum sinis)
Wildan :” Sabuk hitam aja bangga, aku
saja yang sabuk hijau biasa aja.” (balasnya)
Iis :” Alah, persoalan
sabuk itu gak penting. Yang penting itu bisa mengalahkan lawan. Yang sabuknya
tinggi juga belum tentu bisa ngalahin sabuk yang masih rendah.”
Wildan :” Banyak bicara kamu.”
(memukul kepala iis dengan bukunya)
Ternyata pada saat Iis dan Wildan sedang berantem,
Ilham dan Anti malah saling menatap. Ternyata tanpa disadari Ilham dan Anti
saling menyukai. Tak berapa lama kemudian Pak Ustad datang ke pengajian ,
setelah melihat pertengkaran tersebut Pak Ustad langsung melerainya.
PaK Ustad :” Apa-apaan kalian ini.” (mencoba
melerai)
Wildan :” Ini Pak Ustad Iis ngajak
saya berantem.” (adunya)
Iis :” Nggak Pak Ustad ,
justru dia (menunjuk Wildan) yang ngajak saya berantem.” (membela)
Pak Ustad :” Kalian ini (menggelengkan kepala).
Sesama umat muslimin wal muslimah itu kita tidak boleh berantem. Alloh sangat
tidak menyukai hambanya yang selalu berselisih paham. Maka dari itu kalian
jangan berabtem terus. Terlebih kalian ini bertetangga. Contoh lah nabi kita,
ia tidak pernah sedikit pun berkelahi. Ya sudah, sekarang kita mulai saja
belajar membaca huruf Al-Quran nya.” (tersenyum kemudian berdiri menulis di papan
tulis huru ba , ta , dan qo)
Pak Ustad :” Ba , Ta , Qo.” (sambil
menunjuk-nunjuk ke papan tulis). Coba Wildan ulang.” (menunjuk Wildan)
Wildan :” Ba Ta Gor.”
Iis :” Bisa ngaji nggak
sih? Gitu aja nggak bisa.” (Ledeknya)
Pak Ustad :” Sudah-sudah Iis, namanya juga kan
lagi belajar. Benar salah itu sudah biasa. Coba Iis baca.”
Iia :” Be Te Kok.”
Wildan :” Halah , bisanya aja ngehina
aku. Nyatanya kamu juga nggak bisa kan?.” (dengan nada ketus)
Iis :” Apa kamu ? ngajak
berantem lagi hah ?.”
Wildan :” Ayo siapa takut.” (setengah
berdiri dan menyingsingkan lengan bajunya)
Pak Ustad :” Susah-sudah, jangan berantem
terus ah. Selanjutnya , ayo coba Ilham baca.”
Ilham :” Ba Ta Qo.”
Pak Ustad :” Bagus.”
Anti :” Hore Ilham bisa.”
(tepuk tangan kegirangan)
Wildan :” (menyenggol adiknya) heh
apa yang kamu katakan De ? dia kan musuh kita.” (memperingati Anti)
Anti :” Tapi Ka , dia kan pintar.”
(dengan nada sedih)
Wildan :” Diam , kata kakak diam.” (berbisik)
Pak Ustad :” Karena sudah terlalu malam,
pengajian ini harus di sudahi. Kita akhiri dengan membaca Hamdalah
bersama-sama.”
Anak-anak :” Alhamdulillah.” (ucapnya
bersama-sama)
Pak Ustad :” Ya sudah sekarang pulang ke rumah
masing-masing. Hati-hati di jalan.”
Mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Namun ,
pada saat di tengah perjalanan mereka di hadang oleh dua orang pereman.
Pereman I :” Mau pada kemana kalian.”
(menghampiri mereka berempat)
Ilham :” Kami mau pulang ke rumah
Om.” (takut)
Pereman II :” Memangnya kalian sudah darimana?.”
(tersenyum menakutkan)
Ilham :”
Biasa , anak sholeh . MengajI Om.” (cengengesan)
Pereman I :” Oh begitu . Seperti biasa Japrem.”
Anti :” Apaan itu Japrem?.”
(heran)
Pereman I :” Gak tahu dia. Kasih tau Bro.”
(memerintah kepada Pereman II)
Pereman II :” Japrem itu jika diibaratkan adalah
pajak yang harus diserahkan kepada seorang penguasa.” (tuturnya)
Anti :” Apaan sih Om gak
ngerti.” (garuk-garuk kepala)
Pereman I :” Si ade kagak ngerti-ngerti. Japrem
itu jatah preman.” (jelasnya)
Wildan :” Oh jadi , Om ini pereman
toh.” (sambil bertolak tangan)
Pereman II :” Yah dia baru nyadar. Nggak liat apa
dandanan kita.”
Wildan :” Yahh pakaian gitu sih bukan
pakaiannya pereman. Harusnya kalo mau jadi pereman yang benar pakai rantai ,
bawa minuman. Kalo itu pakaian yang Om pake sih pakaian tukang kuli.” (ledeknya)
Pereman II :” Wah dia ngehina Bang. Kita hajar
Bang.”
Pereman I :” Ayo.”
Dikarenakan keadaan yang mendesak dengan sangat
terpaksa Wildan dan Iis pun bergabung untuk melawan pereman itu. Sedangkan Ilham
dan Anti yang tidak bisa ikut berkelahi pun mundur. Dalam kesempatan ini Ilham
pun meminta Nomer Handphone Anti.
Ilham :” Anti , sini. Kamu jangan
ikut berkelahi, biar Wildan dan Iis saja. Kalo kamu kena pukul kecantikan kamu
nanti rusak.” (menarik tangan Anti)
Anti :” Iya.” (pasrah)
Ilham dan Anti pun berlindung di tempat pos ronda. Suasana pun hening,
mereka berdua hanya saling diam membisu. Akhirnya Ilham pun memulai
pembicaraan.
Ilham :” An , eum anu .” (gugup)
Anti :” Anu apa ?.”
(penasaran)
Ilham :” Eum kamu punya
handphone?.” (gusar)
Anti :”
Iya, kenapa ?.” (heran)
Ilham :” Aku boleh minta nomer
kamu?.”
Anti :” Buat apa?.” (masih
heran)
Ilham :” Yah , buat kontekan aja
sekalian biar kita bisa makin deket.” (tersenyum)
Anti :” Oh gitu , ya sudah
ini nomer ku 089*********.”
Ilham :” Makasih yah.” (tersenyum
senang)
Anti :” Sama-sama.” (tersipu)
Sedangkan itu perkelahian masih berlangsung dan tak
lama kemudian perkelahian pun dimenangkan oleh Iis dan Wildan.
Pereman I :” Kali ini kalian bisa menang
(sambil memegang dadanya yang kesakitan, dengan napas tersenggal-senggal) tapi
nanti tunggu saja balasan dari kami.” (ancamnya)
Pereman II :” Kami tunggu seminggu lagi kalian di
tempat ini.” (pergi)
Iis :” (berteriak) Ayo
siapa takut. Jika kalian masih mau mengalami hal seperti tadi.”
Pereman itu pun pergi. Iis dan Wildan pun menghampiri
Anti dan Ilham.
Wildan :” De , jangan dekat-sekat
sama anak miskin itu!!.” (lerainya)
Anti :” Tapi ka ..” (terputus)
Wildan :” Nggak ada tapi-tapian .
Sudah sekarang kita pulang , Mamah dan Papah pasti dudah menunggu.” (menarik
tangan Anti)
Ilham dan Iis pun ikut pulang.
Setelah semuanya tiba dirumah, mereka pun langsung
beristirahat. Namun tidak bagi Ilham , ia mencoba menghubungi nomer yang tadi
Anti berikan.
Ilham :” Halo Assalamualaikum.”
Anti :” Waalaikumsalam ,
siapa?.”
Ilham :” Ini aku Ilham.”
Anti :” Oh , ada apa ham?.”
Ilham :” Nggak , aku Cuma mau cek
aja nomer kamu.”
Anti :” Oh gitu.”
Ilham :” Iya. An sudah malam sudah
dulu yah. Nanti aku telpon lagi oke. Assalamualaikum.”
Anti :” Waalaikumsalam.”
Panggilan pun terputus. Anti kegirangan , ia
teriak-teriak. Karena berisik Pak Usef pun menggedor kamar Anti.
Pak Usef :” Cepat tidur.”
Sedangkan itu di kamar Ilham juga merasakan hal yang sama. Ia hanya
tersenyum-senyum.
BABAK III
Setelah kejadian malam itu Ilham dan Anti semakin
dekat. Tentu saja mereka berhubungan secara sembunyi-sembunyi karena jika tidak
hubungan mereka pasti tidak akan direstui oleh kedua belah pihak mengingat
hubungan kedua keluarga tersebut tidak pernah akur. Malam itu seperti biasa
sepulang mengaji Ilham selalu telponan dengan Anti.
Ilham :” Halo Assalamualaikum.”
Anti :” Waalaikumsalam.”
Ilham :” Lagi apa An ?.”
Anti :” Biasa lagi duduk aja.
Kamu?.”
Ilham :” Sama. An sebenernya ada
yang mau aku omongin.” (serius)
Anti :” Apa ? nampaknya
serius sekali.”
Ilham :” Eum kamu mau gak jadi
pacar aku?.”
Anti :” Apa?.” (kaget)
Ilham :” Kamu mau gak jadi pacar
aku?.”
Anti :” Eum gimana yah.”
(gugup)
Ilham :” Gimana?.”
Anti :” Iya .”
Ilham :” Serius?.” (tak percaya)
Anti :” Iya .”
Ilham :” Makasih An.” (seneng)
Anti :”
Iya , tapi gimana sama keluarga kita? Kamu kan tahu sendiri gimana mereka.”
Ilham :” tenang aja , kita kan
bisa backstreet.”
Anti :” Yah baiklah.”
Tanpa sengaja percakapan mereka berdua terdengar oleh
Bu Filwah , ibunya Anti. Ia pun masuk ke dalam kamar Anti.
Bu Filwah :” Lagi apa sayang?.”
Anti :” Tidak mah
(menyembunyikan handphonenya).” (gelagapan kaget)
Bu Filwah :” Apa yang tengah kamu
sembunyikan?.” (penasaran)
Anti :” Tidak mah.” (tetap
menyembunyikan)
Bu Filwah :” Apa yang kamu sembunyikan?.”
(membentak)
Karena takut Anti pun akhirnya memberikan
Handphonenya kepada Bu Filwah. Ternyata panggilan dari Ilham tersebut belum
terputus.
Ilham :” Halo.”
Bu Filwah :” Ini siapa?.”
Ilham :” Ini Ilham.”
Bu Filwah :” Anaknya Bu Novi kan?.”
Ilham :” iya betul.”
Bu Filwah :” Mau apa malam-malam begini kamu
nelpon anak saya?.”
Ilham :” Memangnya ini siapa?.”
(heran)
Bu Filwah :” Mamahnya Anti.”
Mengetahui siapa yang tengah berbicara dengannya , Ilham
pun menutup teleponnya karena takut.
Bu Filwah :” Anti sejak kapan kamu
berhubungan dengan orang miskin itu hah?.”
Anti :” Sudah lama mah.”
(takut)
Bu Filwah :” Apa-apaan kamu ini , berhubungan
dengan anak miskin itu.” (marah)
Anti :” Tapi mah aku
mencintainya begitupun dengan Ilham ia pun mencintaiku mah . Kami saling
mencintai.” (menahan tangis)
Bu Filwah :” Apa? Mamah nggak salah denger?
Tau apa kamu tentang cinta hah ?.”
Anti :” Tapi mah..”
Bu Filwah :” Pokoknya sampai kapan pun mamah ,
papah sama kak wildan gak akan pernah setuju sama hubungan kalian.” (membentak)
Anti :” Tapi mah ..”
Bu Filwah :” Nggak ada tapi-tapian pokoknya
sekali mamah bilang nggak setuju tetap nggak setuju.”
Anti :” Iya mah.” (menangis)
Bu Filwah :” Sudah cepat kamu tidur.”
(perintahnya)
Anti :” Iya mah.”
Setelah Bu Filwah keluar kamr Anti , Anti pun
menangis sejadi-jadinya.
BABAK IV
Keesokan harinya Bu Filwah sedang membersihkan
halaman rumahnya dan tak lama kemudian Bu Novi pun juga ikut membersihkan
halaman rumahnya.
Bu Filwah :” Heh Bu Novi , jaga tuh anakmu Ilham.
Jangan mentang-mentang anak ku cantik yah anakmu bisa berpacaran dengan anakku
seenaknya.”
Bu Novi :” Apa maksud
mu?.” ( tak mengerti)
Bu Filwah :’ Anakmu itu merayu anakku untuk
bisa menjadi pacar anakmu.”
Bu Novi :” Mustahil mana
mungkin.”
Bu Filwah :” Mustahil gimana? Kenyataannya
begitu.”
Bu Novi :” Anakku itu
ganteng yah masa mau sama anak mu yang pendek itu.” (mencela)
Bu Filwah :” Gak salah denger apa? Justru anak
saya itu cantik masa mau sih sama anakmu yang kurus kering itu.” (bertolak
pinggang)
Bu Novi :” Anak mu itu
udah jelek pendek lagi. Anak sama ibu sama saja.”
Bu Filwah :” Sama apanya?.”
Bu Novi :” Sama
pendeknya.” (tertawa)
Bu Filwah :” Menghina yah kamu
(mengacung-ngacungkan sapu). Dari pada anakmu Kurus kering kayak ikan asin yang
baru di jemur. Gak pantes banget cowok kayak begitu.”
Bu Novi :” Eh berisik
yah.”
Bu Filwah :” Emang iyakan .”
Karena sudah kesal dan amarahnya sudah sampai ke
ubun-ubun Bu Novi pun melempar sampah ke wajah Bu Filwah yang sedari tadi ia
bersihkan. Bu Filwah yang merasa tidak terima dengan perlakuan Bu Novi pun
balik melempar sampah ke wajah Bu Novi.
Namun tak lama kemudian muncul Pak Ustad yang tidak sengaja melewat rumah
mereka. Karena melihat percekcokan itu Pak Ustad pun berusaha melerai.
Pak Ustad :” Ada apa ini?.”
Bu Novi :” Ini Pak Ustad
Bu Filwah ngajak saya berantem terus.” (menunjuk Bu Filwah)
Bu Filwah :” Nggak kok pak , justru Bu Novi
yang ngajak berantem. Heh (menoyor bahu Bu Novi) gak usah memutar balikan fakta
deh.” (kesal)
Pak Ustad :” Ehh sudah-sudah. Nggak anak nggak
ibu kok doyan banget berantem.”
Bu Novi :” Tapi ini
bukan salah saya Pak Ustad , ini salah Bu Filwah.” (menunjuk)
Pak Ustad :” Haduh , sudah-sudah. Coba
sebenarnya ibu-ibu ini berantem karena apa ?.”
Bu Novi :” Soal anak
kami pak.”
Pak Ustad :” Memangnya ada apa dengan
anak-anak kalian?.”
Bu Novi :” Bu Filwah
menghina anak saya Pak. Dia bilang anak saya Ilham kurus kering kayak ikan asin
yang baru di jemur.”
Pak Ustad :” Apa benar Bu Filwah?.”
Bu Filwah :” Benar Pak. Tapi Bu Novi juga
menghina anak saya Anti. Dia bilang anak saya itu sudah jelek pendek lagi.
Meskipun memang pendek.”
Pak Ustad :” Apa benar Bu Novi?.”
Bu Novi :” Benar pa.”
(menunduk)
Pak Ustad :” Hem , sekarang sudah terlihat
inti permasalahannya. Seharusnya ibu-ibu harus bersyukur dengan apa yang telah
Alloh berikan kepada kita semua. Karena masih banyak diluar sana yang Alloh
berikan kekurangan. Jadi sekarang ibu-ibu berdamai , Alloh tidak suka kepada
hambanya yang selalu berselisih paham apalagi memperselisihkan ciptaannya.”
Bu Novi :” Iya Pak. Kalo
begitu maafin saya yah Bu Filwah. Saya khilaf.” (menjabat tangan)
Bu Filwah :” Iya bu sama saya juga minta
maaf.” (membalas jabat tangan)
Pak Ustad :” Nah kalo beginikan kelihatannya
indah. Damai dan tentram. Kalo begitu saya pulang dulu yah Ibu-ibu. Salam buat
Pak Usef dan Pak Adit yah.”
Bu Novi :” Iya pak
insyaalloh saya sampaikan.”
Pak Ustad :” Assalamualaikum.” (tersenyum dan
pergi)
Pak Ustad pun pergi. Setelah melihat Pak Ustad yang sudah
jauh mereka pun melanjutkan kembali pertengkaran mereka.
Bu Novi :” Saya ralat
yah ucapan permintaan maaf saya yang tadi.”
Bu Filwah :” Saya juga ralat. Enak aja baikan
sama kamu. Ngapain coba ? Gak penting.”
Bu Novi :” Iyaiyalah ,
ngapai berdamai sama istrinya si subur.” (bertolak tangan)
Bu Filwah :” Apa kamu bilang ? daripada kamu
istrinya si ceking.” (cibirnya sembar menggibaskan tangannya)
Bu Novi :” Apaan kamu.
Mending masuk ke rumah deh daripada ngeladenin orang gak penting kaya kamu.”
Bu Filwah :” Kamu pikir kamu pikir penting
hah ?.”
Bu Novi dan Bu Filwah pun berhadapan kemudian
berbalik dengan wajah jutek.
BABAK V
Pada suatu hari dikarenakan Ilham begitu rindu kepada
Anti ia pun mengajak Anti untuk ketemuan dibelakang rumah tentunya tanpa
sepengetahuan keluarga mereka. Namun nampaknya gerak-gerik Ilham dan Anti
dicurigai oleh ibu mereka. Ilham dan Anti pun akhirnya bertemu. Namun sayang
saat mereka baru saja bertemu mereka ketahuan oleh kedua ibu mereka.
Bu Novi :” Mau ngapain kalian?.”
(bertolak tangan)
Ilham :” Ibu , “ (terkejut)
Bu Novi :” Mau ngapain
kalian hah?.” (melotot)
Ilham :” Mau .. “ (gugup)
Bu Novi :” Mau apa?.”
Ilham :” Ketemuan sama Anti Bu.”
Bu Novi :” Mau apa pake
ketemuan-ketemuan segala.”
Ilham :” Aku kangen ibu sama
Anti.” (tersipu)
Bu Novi :” Apaan kangen.
Sudah kamu jangan bergaul lagi sama orang pendek kayak dia. Apalagi sampai
kangen-kangenan.”
Bu Filwah :” Bicara apa kamu heh nene peot ,
kamu juga Anti jangan mau bergaul lagi sama orang kurus kering seperti dia.”
Bu Novi :” Apaan kamu
ngajak berantem hah pendek?.”
Bu Filwah :” Ayo siapa takut.”
Ilham :” Sudah bu. Jangan
berantem terus gak malu apa. Harus Ibu tahu kami ini saling mencintai . Kami
tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Tanpanya aku galau. (menggenggam tangan
Anti)
Anti hanya menatap Ilham.
Bu Novi :” Ohh bagus
yah, sekarang kamu sudah berani sama ibu.”
Ilham :” Bukan begitu bu.
Pokoknya jika ibu tidak merestui hubungan kami , kami akan kabur.”
Bu Filwah :” Beraninya yah kamu mau ngajak
anak ku kabur. Sampai mati pun aku tidak akan pernah setuju dengan hubungan
kalian. Lagi pula kalo kamu (menunjuk Ilham) mau kabur silahkan saja kabur
sendiri jangan bawa-bawa anak ku dong. Ayo nak kita pulang. Lama-lama disini
bikin suntuk aja. “ (sembari menarik tangan Anti)
Anti :” Tap ..”
Bu Filwah :” Sudah ayo.” (berlalu pergi
sembari menarik paksa Anti)
Sedangkan Anti hanya bisa menengok ke belakang.
Mereka berdua pun saling menatap.
Bu Novi :” Sudah
sekarang kita juga pulang. Nanti Ayah mencari.”
Ilham :” Iya Bu.” (mengekor
dibelakang)
Akhirnya mereka berempat pun pulang. Ilham dan Anti
hanya bisa menelan kepahitan karena cinta mereka tidak direstui dan pertemuan
mereka pun tak jadi.
BABAK VI
Setelah pulang ke rumah, Ilham pun mencoba
menghubungi Anti untuk membicarakan masalah kaburnya.
Ilham :” Halo , sayang .”
(berbisik-bisik)
Anti :” Iya sayang.”
(berbisik)
Ilham :” Kita jadikan kabur, kalo
hubungan kita tetep nggak disetujuin.”
Anti :” Tapi Ham , aku takut
sama mamah.”
Ilham :” Jadi kamu nggak mau
sayang?.” (menahan kecewa)
Anti :” Bukan gitu.
Masalahnya ..” (terpotong oleh pembicaraan Ilham)
Ilham :” Kamu sayang kan sama
aku? Kalo kamu emang sayang sama aku malam ini kita kabur.”
Anti :” Tapi ham, aku takut
mamah marah dan nyariin kita.”
Ilham :” Tenang saja, kita buat
saja surat.”
Anti :” Baiklah. Tapi kita
akan kabur kemana?.”
Ilham :” Kita kabur ke rumah
teman ku.”
Anti :” Ya sudah. Aku ikut
dengan mu.”
ilham :” Bagus, malam ini kita
bertemu dibelakang rumah.”
Anti :” Iya sayang.”
Setelah percakapan itu mereka pun langsung mematikan
teleponnya. Mereka pun langsung menulis surat untuk orangtua mereka. Malamnya,
seperti yang sudah di janjikan mereka bertemu dibelakang rumah. Mereka keluar
melewati jendela. Tak lupa mereka menyimpan suratnya di teras rumah.
BABAK VII
Dimalam yang sama Wildan dan Iis juga menusup keluar
untuk pergi ke tempat yang sudah dijanjikan oleh mereka dan kedua pereman itu.
Saat mereka tiba ternyata mereka sudah disambut oleh kedua pereman itu. Salah
satu pereman itu membawa segelondong kayu.
Pereman I :” Akhirnya kalian datang juga.” (menghampiri)
Pereman II :” Lama banget kalian. Darimana dulu
hah?.” (mengangkat alisnya)
Wildan :” Gak sabaran banget kalian.
Tenang aja ngapa, kita juga pasti dateng kok. Lagi pula kayak yang bakal menang
aja kalian ngelawan dia.” (menunjuk Iis)
Iis :” Aish , kenapa
Cuma aku? Kamu juga lah.”
Wildan :” Iya maksud aku kamu dulu
terus aku. Tenang aja lah untuk leadaan terjepit seperti ini kita teman. Tapi
kalo udah selesai kita kembali menjadi musuh.”
Iis :” Iyalah terserah
kamu.”
Pereman I :” Ayo ka jangan lama-lama kita hajar
mereka.”
Pereman II :” Ayo.”
Perkelahian pun dimulai. Mereka saling baku hantam.
Nampaknya perkelahian itu seimbang. Saat Iis lengah karena lelah si pereman I
pun menghantam punggung Iis dengan kayu yang tadi ia bawa, Iis pun pingsan.
Wildan :” Iis ..” (berteriak)
Tanpa disengaja ternyata ada dua orang hansip yang melihat kejadian
tersebut, hansip tersebut pun berlari menghampiri mereka. Karena takut
ditangkap, pereman tersebut pun kabur.
Hansip I :” Apa yang
terjadi nak?.”
Wildan :” Para pereman tadi ngajak
berantem Pak , dan ini teman saya punggungnya dihantam oleh kayu itu.”
(menunjuk kayu)
Hansip I :” Tapi kalian
tadi meladeninya?.”
Wildan :” Iya Pak. Terpaksa itu juga
Pak.”
Hansip I :” Terpaksa
gimana?.”
Wildan :” Yah terpaksa , karena jika
kami tidak meladeninya mereka akan terus mengejar kami.”
Hansip I :”
Karena apa mereka mengejar kalian?.”
Wildan :” Seminggu lalu saat kami
pulang mengaji mereka meminta upeti, karena kami tidak memberinya jadilah
seperti ini.”
Hansip I :” Hem kalo
begitu, kamu tahu mereka lari kemana?.”
Wildan :” Saya tidak tahu Pak.”
Hansip I :” Tapi kamu
tahu kan dimana tempat mereka kumpul.”
Wildan :” Tahu Pak , biasanya mereka
berkumpul di rumahnya Bang Ucup.”
Hansip I :” Ya sudah kalo
begitu Pak tolong pergi ke rumah Bang Ucup bawa mereka ke rumah Pak Usef dan
Pak Adit tahu kan? Saya akan mengantar Wildan dan Iis ke rumahnya.”
Hansip II :” Baik Pak. Kapan ke rumah Bang
Ucupnya?.”
Hansip I :” Taun depan.”
Hansip II :” Masa Pak?.”
Hansip I :” Ya
sekaranglah.”
Hansip II :” Oh siap pak. Saya pergi Pak.”
Hansip II pun pergi.
Hansip I :” Ayo nak kita
pulang. Bapak akan antar kalian.” (sambil membopong Iis)
Wildan :” Iya Pak makasih.”
Pak Hansip I dan Wildan pun pulang
BABAK VIII
Hansip II pun langsung ke rumah Bang Ucup. Ia
langsung menabrak pintu rumah Bang Ucup dan langsung menangkap kedua pereman
tersebut.
Hansip II :” Diam kalian jangan bergerak.”
(menodongkan pistolnya)
Pereman I dan Pereman II :” Ada apa ini Pak.” (bersamaan)
Hansip II :” Jangan banyak tanya dan jangan
bergerak.”
Pereman I :” Ada apa Pak sebenarnya ini.”
Hansip II :” Tadi kalian kan yang memukul
perempuan tadi sampai pingsan. Kalian juga yang berkelahi dan meminta uang
upeti kepada mereka kan.”
Pereman I :” Oh , yah itu memang yang kami
lakukan. Lantas kamu mau apa hah ?.”
Hansip II :” Kalian harus bertanggungjawab
atas perlakuan kalian tadi.”
Pereman II :” Kami tidak mau. Untuk apa kami
bertanggungjawab, toh itu salah mereka juga yang tidak mau memberikan upeti dan
menantang kami.”
Hansip II :” Yah jika kalian tidak mau
bertanggungjawab terpaksa aku harus menangkap kalian.”
Pereman I :” Memangnya kamu bisa menangkap kami
hah?.”
Hansip II :” Tentu saja kenapa tidak?.”
Pereman II :” Sombong. Memang kamu bisa melawan
kami yang berdua sedangkan kamu cuma sendiri.”
Hansip II :” Gegabah sekali kamu bicara.
Jangan mentang-mentang aku sendiri dan kalian berdua yah. Gini-gini juga aku
ini mantan karateka.”
Pereman I :” Halah , banyak bacot. Coba sini
tunjukan kelihaian karate mu. Coba lawan kami.”
Hansip II pun tak menyia-nyiakan waktu ia langsung
mengambil ancang-ancang dan mengeluarkan jurus karatenya. Pereman I dan Pereman
II pun kalah , mereka berhasil ditangkap oleh Hansip II. Hansip II pun membawa
mereka ke rumah Pak Adit dan Pak Usef.
BABAK IX
Dimalam yang sama, Pak Usef dan Pak Adit mndapati kedua anak-anaknya tak
ada. Mereka pun merasa cemas dan khawatir. PaK Usef & Bu Filwah pun keluar
rumah untuk mencari anak-anaknya. Namun tanpa disengaja ternyata Pak Adit &
Bu Novi pun keluar secara bersamaan.
Bu Filwah :” Anak-anak ku...”
Pak Usef :” Sudah-sudah
Mah. Kita cari sekarang.”
Pak Usef pun mencoba menenangkan Bu Filwah. Saat akan
keluar tanpa sengaja melihat Pak Adit dan Bu Novi keluar.
Pak Usef :” Heh mau ngapain kalian
malem-malem gini keluar rumah.”
Pak Adit :” Suka-suka kami dong. Lagi pula
apa hak mu nanya-nanya , bukan urusan keluarga mu.”
Bu Filwah :” Sudah Pah jangan urus keluarga
mereka. Paling mereka mau berbuat sesuatu.”
Bu Novi :” Enak saja
kalo ngomong. Kalian kali yang mau berbuat sesuatu sama si subur.”
Bu Filwah :” Apa kamu bilang?. Kamu kali yang
mau sesuatu sama si ceking.”
Pak Usef :” Sudahlah mah. Sekarang ini
bukan saatnya ribut. Kita harus mencari anak-anak kita.”
Pak Adit :” Jadi ? anak kalian juga
hilang? Anak kami juga hilang.”
Tanpa sengaja Pak Adit dan Pak Usef menemukan secarik
kertas di terasnya masing-masing. Lalu mereka membuka dan membacanya. Ternyata
isi surat itu adalah kekecewaan Anti dan Ilham karena cinta dan hubungan mereka
tidak direstui. Bu Filwah pun memicingkan matanya ke arah Pak Adit dan Bu Novi.
Bu Novi :” Apa?.”
Bu Filwah :” Pah , pasti yang membawa kabur
anak kita itu adalah Ilham.”
Bu Novi :” Enak aja,
anak situ kali yang ngajak kabur anak kita. Secara gitu yah anak ku itu ganteng.”
Bu Filwah :” Ahahaha , gak salah denger?
Segitu kurus keringnya juga anak kamu.”
Bu Novi :” Dari pada anak
kamu pendek.”
Pak Adit :” Sudah-sudah jangan berantem
terus. Lebih baik kita mencari anak kita.”
Pak Usef :” Iya mah. Ayo kita cari anak
kita.”
Saat akan keluar rumah muncul Pak Hansip I, Wildan
dan Iis ke rumah mereka. Keluar ga Pak Usef dan Pak Adit pun heran kenapa Iis
bisa dibopong oleh Pak Hansip.
Pak Adit :” Ada apa ini Pak , mengapa anak
saya pingsan?.” (menghampiri Pak Hansip)
Hansip I :” Ini Pak tadi Wildan
sama Iis berkelahi dengan Pereman dan Iis kena pukul pereman itu.”
Pak Adit :” Siapa yang berani memukul anak
saya hah ?.” (marah)
Hansip I :”
Sudah Pak tenang , pelakunya sudah kami tangkap oleh Pak Hansip II.”
Pak Adit :” Yah syukurlah jika begitu.”
Pak Usef :” Heuh (mengejek) katanya jago
karate , taunya dikitikin kayu dikit aja gak bisa.”
Pak Adit :” Kalo ngomong itu di jaga yah
Pak.” (mengacungkan telunjuknya ke wajah Pak Usef)
Wildan :” Sudahlah Pah , jangan
berantem. Ini juga salah ku . Iis seperti itu karena menolong ku. Pereman tadi
hendak memukul ku tapi Iis menolongku akhirnya punggung Iis yang kena pukul.”
Pak Adit :” Nah dengar , masa cowok
dilindungi cewek?.”
Pak Usef :” (nyengir) iya juga.”
Tak lama kemudian Iis pun sadar. Bu Novi langsung
masuk ke rumahnya membawakan minum kemudian memberikannya kepada Iis.
Bu Novi :” Minum dulu
sayang.”
Tibalah Pak Hansip II dan kedua pereman itu ke rumah
Pak Cecep.
Hansip II :” Lapor pak , saya berhasil
menangkap kedua pereman tersebut. Ini di taraa .”
Hansip I :” Iya,
terimakasih Pak.” (tersenyum)
Hansip II :” Pak Adit , pereman-pereman
inilah yang membuat anak Bapak pingsan. Mau diapakan?.”
Pak Adit :” Bawa saja mereka ke polisi.”
Bu Novi :” Jangan
gegabah dulu Yah , kita tanya Iis dulu saja. Biar ia yang menentukan.”
Pak Adit :” Baiklah. Anak ku , pereman ini
akan kamu apakan?.”
Iis :” Dilepas sajalah Yah.”
(dengan lemas)
Pak Adit :” Kenapa dilepas nak?.”
Iis :” Sudalah Pak
dilepas saja.” (lemas)
Pak Adit :” Ya sudahlah kalo begitu.
Kalian kami bebaskan tapi kalian harus minta maaf dulu pada anak saya.”
Pak Usef :” Dan juga anak saya.”
Pereman I :” Iya Pak makasih. Iis , Wildan kami
berdua minta maaf. Kami janji kami tidak akan melakukannya lagi. Kami tidak
akan meminta upeti lagi kami akan bertaubat dan menjaga desa ini.”
Iis :” Yah kami maafkan.
Asal kalian menepati janji kalian.”
Pereman I & Pereman
II :”
Pastinya.”
Karena sudah sangat malam , mereka pun masuk ke dalam
rumah.
BABAK X
Keesokan harinya , Ilham dan Anti merasa bersalah
karena kabur dari rumah dan akhirnya mereka pun spakat untuk pulang kembali ke
rumah kembali. Setibanya di rumah ternyata keluarga mereka tengah berada di
luar. Anti pun berlari ke dalam rumahnya.
Anti :” Mah , maafkan aku.”
Bu Filwah :” Iya nak gak apa-apa. Yang
penting sekarang kamu pulang ke rumah.”
Anti :” Maafkan aku juga
pah.”
Pak Usef :” Iya. Papah maafkan . Tapi
jangan dilakukan sekali-kali lagi yah.”
Anti :” (Mengangguk) Iya
pah.”
Di rumah Pak Adit. Ilham pun meminta maaf kepada Ayah
dan Ibunya.
Ilham :” Ayah , Ibu maafkan Ilham
yah. Ilham janji Ilham gak bakalan kayak gini lagi.”
Pak Adit :” Iya nak gak apa-apa.”
Pak Usef dan Pak Adit pun keluar rumah untuk meminta
maaf. Akhirnya pintu hati dua keluarga tersebut terketuk oleh perjuangan cinta
Anti dan Ilham.
Pak Usef :” Pak Adit setelah aku
pikir-pikir tidak ada salahnya jika kita berdamai. Itu juga demi kebahagiaan
anak kita.”
Pak Adit :” Iya Pak. Anak kita saling
mencintai. Kita sangat jahat jika tak merestui hubungan mereka.”
Pak Usef :” Baiklah, jika memang begitu .
Maafkan aku , istriku dan anak-anak ku ya Pak?.”
Pak Adit :” Iya Pak. Aku juga minta maaf
atas perbuatan ku , istriku dan anak-anakku selama ini.”
Pak Usef :” Pak bagaimana kalo kita
tunangkan saja mereka?. Untuk langsung ditikahkan aku pikir mereka masih
terlalu muda.”
Pak Adit :” Ide bagus itu. Aku setuju.”
Pak Usef :” Tapi kita tanya dulu mereka , apa mau?.”
Pak Usef :” Tapi kita tanya dulu mereka , apa mau?.”
Ilham, Anti, Wildan dan Iis muncul.
Ilham :” Jelas , tentu saja mau
Om.”
Pak Usef :” Kalian. Bagus lah kalo
bersedia.”
Pak Adit :” Tunggu Anti bagaimana?.”
Anti :” Iya , mau.” (menunduk
malu)
Semuanya :” Alhamdulillah.” (tersenyum lega)
Muncul Bu Novi dan Bu Filwah.
Bu Novi :”
Eh eh , ini ada apa toh tersenyum gembira begitu.”
Wildan :” Ini tante Papah sama Om
Adit berniat menunangkan Anti dengan Ilham.”
Bu Filwah :” Benarkah? Baguslah jika begitu.”
Saat tengah asyik berbicara muncul Pak Ustad.
Pak Ustad :” Assalamualaikum.”
Semuanya :” Walaikumsalam.”
Pak Adit :” Eh Pak Ustad, mari masuk Pak.”
Pak Ustad pun masuk dan duduk.
Pak Ustad :” Nah begini dong dari dulu. Aman,
damai, tentram dan sejahtera. Kan indah.”
Pak Adit :” (tersenyum) Iya Pak. Saya baru
sadar beginilah indahnya bertetangga.”
Pak Usef :” Iya Pak. Saya juga baru sadar.”
Pak Cecep :” Oiya pak, begini kami berencana
akan melaksanakan pertunangan Ilham dan Anti.”
Pak Ustad :” Wah itu bagus. Kapan Pak?.”
Pak Usef :” Untuk tanggalnya kami belum
menentukan hanya saja pasti dalam waktu dekat-dekat ini.”
Pak Ustad :” Hem begitu. Ya sudah , jika
begitu saya pamit pulang dulu ya Pak.”
Bu Filwah :” Eh mau kenapa Pak.”
Pak Ustad :” Saya sudah ditunggu istri saya.”
Pak Adit :” Oh begitu, Baiklah Pak
terimakasih atas pertolongannya selama ini loh (berdiri bersamaan).”
Pak Ustad :” Iya Pak sama-sama. Saya harap
kalian tetap akur dan rukun seperti ini yah.”
Bu Novi :” Amin,
insyaalloh.”
Pak Ustad :” Baiklah kalo begitu,
Assalamualaikum.”
Semuanya :” Waalaikumsalam.”
Pak Ustad pun pergi.
Pak Adit :” Pak Usef sepertinya kami juga
harus pulang. Sudah sore. “
Pak Usef :” Oiyah silahkan. Sekali lagi
saya minta maaf yah.”
Pak Adit :” Iya pak saya juga.”
Mereka pun bersalam-salaman dan saling berpelukan.
Akhirnya kedua keluarga tersebut berdamai. Tak pernah
terdengar percekcokan lagi diantara kedua keluarga tersebut. Pereman-pereman
yang dulu pernah memukul Iis kini mereka bertaubat. Mereka berteman dengan Iis
dan Wildan , dan bergabung dalam mengamankan desa. Sedangkan itu Ilham dan Anti
pun resmi bertunangan.