Senin, 04 Juni 2012

naskah drama 13 orang : Cinta Rame-Rame


 Drama Cinta Rame-Rame 
Para Pemain :
- Yulianti Masruroh sebagai Anti

- Ilham Wahyudin Wasilah sebagai Ilham
- Filwah Samahir Laili sebagai Bu Filwah (Ibu Anti dan Wildan)

- Novi sulistyani sebagai Bu Novi (Ibu Ilham dan Iis

- Usef Rindi Hastika sebagai Pak Usef (Ayah Anti dan Wildan , suami Bu Filwah)

- Salimudien Nur Sopian sebagai Pak Adit (Ayah Ilham dan Iis suami Bu Novi)

- Iis Nurhayati sebagai Iis (Adik Ilham)

- Wildan Saepul Rais sebagai Wildan (Kakak Anti) 

- Reinhar Raja Bunjabi sebagai Pak Ustad

- Cecep Ramdani sebagai Hansip I

- Muhamad Fazri sebagai Hansip II

- Yusup Bahtiar sebagai Preman I

-  Reza Firmansyah sebagai Preman II



Cinta Rame-Rame

Di suatu Desa terdapat 2 keluarga yang tidak pernah akur, setiap hari selalu saja ada permasalahan yang diributkan dari hal yang terkecil samapi hal yang terbesar. 2 keluarga tersebut sama-sama memiliki 1 orang anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan.

BABAK I

                Muncul sepasang suami istri dari dalam rumahnya. Si istri menenteng sapu dan sang suami duduk dengan membawa secangkir kopi.
Bu Novi                                :” Yah kapan kita beli AC baru ? Gak kayak tetangga sebelah pake AG terus.” (dengan nada menyindir)
Pak Adit               :” AG ? Apa itu AG Bu ?.” (heran)
Bu Novi                                :” Angin Gelebug Yah .” (nada datar)
                Setelah percakapan itu muncul sepasang suami istri dari rumah yang lain karena merasa tersinggung dengan ucapan keluarga Pak Adit tadi.
Bu Filwah             :” Pah kapan kita beli kompor gas baru ? Jangan kayak tetangga sebelah masak ko pake kayu bakar.” (Dengan nada menyindir)
                Dengan mendengar ucapan tersebut keluarga Pak Adit ,merasa tersinggung. Pak Adit pun berbicara kepada Istrinya.
Pak Adit               :” Buat apa masak pake kompor gas, kalo beli gasnya aja masih ngutang.”
Keluarga Pak Usef pun kembali membalas.
Pak Usef              :” Buat apa beli AC kalo bayar listrik aja masih nunggak.”
                Konflik pun semakin memanas. Karena mendengar kedua Orangtuanya bertengkar kedua anak dari keluarga tersebut pun keluar.
Anti                        :“ (Bingung) Ada apa sih Mah ?.”
Bu Filwah             :” Biasa tetangga miskin. So-so mau beli AC gitu.” (dengan wajah masam)
                Sedangkan itu keluarga Pak Adit yang merasa panas pun balik menimpali.
Bu Novi                                :” Apa ? (menempelkan tangan kanannya ke telinganya) Orang miskin ? Gak salah denger ? Miskin kok teriak miskin.”
Ilham                     :” Iya Bu bener.” (memanas-manasi)
Wildan                  :” Apa kaga salah dia ngomong?.” (kesal)
Iis                            :” Nggak , kenapa ? Masalah hah ?.” (mendongakan wajahnya)
Anti                        :” Apaan sih ?.” (Tak mengerti)
Ilham                     :” Halah , so-so belaga nggak ngerti deh.” (cibirnya)
Anti                        :” Apa sih kamu ? Gaje banget.” (Kesal)
Wildan                  :” Iya bener De , dasar keluarga Gaje.” (dengan nada menghina)
Iis                            :” Apa kamu bilang.” (Geram)
Pak Usef              :” Sudah-sudah , masuk kalian semuanya.” (membentak)
                Wildan, Anti, Iis dan Ilham pun masuk ke dalam rumah dengan perasaan kesal. Sedangkan itu karena konflik semakin memanas, Pak Usef dan Pak Adit pun sudah tidak dapat lagi menahan amarahnya dan hendak terlibat kontak fisik. Namun saat Pak Adit hendak masuk ke pekarangan rumah Pak Usef , Pak Usef mengusirnya.
Pak Usef              :” Heh mau apa kamu datang ke rumah ku ? itu bukan hak mu.” (berteriak sembari menghampiri Pak Adit)
                Karena di usir Pak Adit pun kembali ke rumahnya sembari menggerutu.
Pak Adit               :” Dasar subur.”  (gerutunya kesal)
                Pak Usef yang mendengar itu pun langsung naik pitam kontan saja ia langsung pergi menghampiri rumah Pak Adit. Saat baru saja masuk ke pekarangan rumah Pak Adit , Pak Adit mengusirnya.
Pak Adit               :” (bertolak pinggang) Mau apa kamu datang kemari hah ? Ini bukan hak mu.” (Teriaknya)
                Karena diusir Pak Usef pun keluar rumah Pak Adit dengan menggerutu.
Pak Usef              :” Dasar ceking.”  (umpatnya)
                Istri Pak Adit marah mendengar suaminya di kata-katai seperti itu.
Bu Novi                                :” Heh tua bangka (sambil menunjuk-nunjukan sapu yang sedari tadi dipegangnya) apa yang tadi kamu katakan hah ? Jangan mentang-mentang badan mu subur  yah !!.” (Teriaknya)
                Istri Pak Usef yang mendengar umpatan istri Pak Adit pun ikut marah.
Bu Filwah             :” Apa yang kamu katakan heh nenek peot.” (Teriaknya)
                Setelah mendengar pertengkaran Bu Novi dan Bu Filwah , Pak Adit dan Usef pun berusaha menenangkan istrinya.
Pak Adit & Pak Usef        :” Sudah diam kalian.” (teriaknya bersamaan)
                Istri Pak Usef dan Pak Adit pun terdiam , sedangkan itu Pak Usef dan Pak Adit saling pandang karena tadi mereka berteriak bersamaan.
Pak Adit               :” Mungkin permasalahan ini harus diselesaikan dengan kontak fisik.” (tantangnya)
Pak Usef              :” Kau menantang ku hah ? Siapa takut.”
                Mereka berdua pun keluar dari rumahnya masing-masing. Dengan amarah yang meletup-letup Pak Adit dan Pak Usef menyingsingkan lengan bajunya masing-masing. Sedangkan istrinya hanya khawatir dan cemas takut terjadi perkelahian.
Pak Usef              :” Jadi kau menantangku hah ?.” (bertolak pinggang)
Pak Adit               :” Iya , kenapa ? kau takut ? (tertawa mengejek) hahahaha dasar . Badan mu saja yang besar tapi nyalimu .. hah.” (dengan nada meremehkan)
Pak Usef              :” Apa?.” (meninjukan tangannya karena kesal)
Bu Novi                :” Ayah ..” (teriaknya histeris)
Bu Filwah             :” Papah ..” (teriaknya histeris)
                Teriak Bu Novi dan Bu Filwah bersamaan.
                Tinju Pak Usef terhenti karena teriakan istrinya dan karena kemunculan Pak Ustad.
Pak Ustad            :” Tunggu ..” (teriaknya)
                Pak Usef dan Pak Adit pun menatap Pak Ustad dengan tatapan marah karena menahan marah namun berubah menjadi tatapan malu.
Pak Ustad            :” Assalamualaikum. Wr.Wb.” (menyapa)
Pak Adit & Pak Usef :” Waalaikumsalam.Wr.Wb.” (bersamaan)
Pak Adit               :”Eh Pak Ustad .. “(bersalaman sembari tersenyum)
Pak Usef              :” Hendak kemana Pak Ustad ?.” (bersalaman)
Pak Ustad            :” Hendak ke rumah saudara Pak. Bapak-bapak sendiri apa yang tengah bapak-bapak lakukan?.” (menyelidiki)
Pak Usef              :” Kami sedang melepas rindu, setelah sekian lama tidak bertemu.” (cengengesan)
Pak Ustad            :” Apa benar Pak Adit?.”
Pak Adit               :” Benar Pak ustad.” (tersenyum)
Pak Ustad            :” Lantas, mengapa Pak Usef mengepalkan tangan seperti itu?.” (heran)
Pak Usef              :” Tadi saya akan memeluk Pak Adit seperti ini.” (sembari mempraktekan)
Pak Ustad            :” Oh begitu. Ya baguslah, tadi saya pikir Bapak-bapak akan berkelahi. Tapi ternyata dugaan saya salah. (Tersenyum) baiklah jika begitu saya pamit dulu Pak. Mari Pak . Assalamualaikum.” (pergi)
Pak Usef & Pak Adit        :” Waalaikumsalam.” (ucapnya bersamaan)
                Setelah Pak Ustad pergi, Pak Usef dan Pak Adit pun saling melepaskan rangkulan mereka satu sama lain. Setelah itu mereka berdua pun masuk ke rumahnya masing-masing.

BABAK II

                Malam itu seperti biasa Ilham dan Iis yang merupakan putra dari Pak Adit dan juga Wildan dan Anti yang merupakan putra dari Pak Usef , mengaji di tempat pengajian yang sama. Mereka pun pergi mengaji. Setelah sampai di tempat mengaji mereka pun langsung duduk dan tak lama kemudian terjadilah konflik antara Iis dan Wildan. Saat itu Pak Ustad belum tiba.
Iis                            :” Ka tetangga kita belagu banget yah ? Katanya mau beli kompor gas baru padahal, buat beli gasnya aja sering ngutang.” (melihat ke arah Wildan dan Anti)
Wildan                  :” Heh apa kamu bilang? Justru kamu yang belagu mau so-so mau beli AC tapi iuran buat bayar listrik aja belum lunas.” (meninggikan nada bicaranya)
Iis                            :” Apa kamu bilang? Kamu ngajak berantem hah (mendongakkan kepala) ? Gak tau yah aku ini udah sabuk hitam di karate.” (tersenyum sinis)
Wildan                  :” Sabuk hitam aja bangga, aku saja yang sabuk hijau biasa aja.” (balasnya)
Iis                            :” Alah, persoalan sabuk itu gak penting. Yang penting itu bisa mengalahkan lawan. Yang sabuknya tinggi juga belum tentu bisa ngalahin sabuk yang masih rendah.”
Wildan                  :” Banyak bicara kamu.” (memukul kepala iis dengan bukunya)
                Ternyata pada saat Iis dan Wildan sedang berantem, Ilham dan Anti malah saling menatap. Ternyata tanpa disadari Ilham dan Anti saling menyukai. Tak berapa lama kemudian Pak Ustad datang ke pengajian , setelah melihat pertengkaran tersebut Pak Ustad langsung melerainya.
PaK Ustad           :” Apa-apaan kalian ini.” (mencoba melerai)
Wildan                  :” Ini Pak Ustad Iis ngajak saya berantem.” (adunya)
Iis                            :” Nggak Pak Ustad , justru dia (menunjuk Wildan) yang ngajak saya berantem.” (membela)
Pak Ustad            :” Kalian ini (menggelengkan kepala). Sesama umat muslimin wal muslimah itu kita tidak boleh berantem. Alloh sangat tidak menyukai hambanya yang selalu berselisih paham. Maka dari itu kalian jangan berabtem terus. Terlebih kalian ini bertetangga. Contoh lah nabi kita, ia tidak pernah sedikit pun berkelahi. Ya sudah, sekarang kita mulai saja belajar membaca huruf Al-Quran nya.” (tersenyum kemudian berdiri menulis di papan tulis huru ba , ta , dan qo)
Pak Ustad            :” Ba , Ta , Qo.” (sambil menunjuk-nunjuk ke papan tulis). Coba Wildan ulang.” (menunjuk Wildan)
Wildan                  :” Ba Ta Gor.”
Iis                            :” Bisa ngaji nggak sih? Gitu aja nggak bisa.” (Ledeknya)
Pak Ustad            :” Sudah-sudah Iis, namanya juga kan lagi belajar. Benar salah itu sudah biasa. Coba Iis baca.”
Iia                           :” Be Te Kok.”
Wildan                  :” Halah , bisanya aja ngehina aku. Nyatanya kamu juga nggak bisa kan?.” (dengan nada ketus)
Iis                            :” Apa kamu ? ngajak berantem lagi hah ?.”
Wildan                  :” Ayo siapa takut.” (setengah berdiri dan menyingsingkan lengan bajunya)
Pak Ustad            :” Susah-sudah, jangan berantem terus ah. Selanjutnya , ayo coba Ilham baca.”
Ilham                     :” Ba Ta Qo.”
Pak Ustad            :” Bagus.”
Anti                        :” Hore Ilham bisa.” (tepuk tangan kegirangan)
Wildan                  :” (menyenggol adiknya) heh apa yang kamu katakan De ? dia kan musuh kita.” (memperingati Anti)
Anti                        :” Tapi Ka , dia kan pintar.” (dengan nada sedih)
Wildan                  :” Diam , kata kakak diam.” (berbisik)
Pak Ustad            :” Karena sudah terlalu malam, pengajian ini harus di sudahi. Kita akhiri dengan membaca Hamdalah bersama-sama.”
Anak-anak          :” Alhamdulillah.” (ucapnya bersama-sama)
Pak Ustad            :” Ya sudah sekarang pulang ke rumah masing-masing. Hati-hati di jalan.”
                Mereka pun pulang ke rumah masing-masing. Namun , pada saat di tengah perjalanan mereka di hadang oleh dua orang pereman.
Pereman I           :” Mau pada kemana kalian.” (menghampiri mereka berempat)
Ilham                     :” Kami mau pulang ke rumah Om.” (takut)
Pereman II          :” Memangnya kalian sudah darimana?.” (tersenyum menakutkan)
Ilham                     :” Biasa , anak sholeh . MengajI Om.” (cengengesan)
Pereman I           :” Oh begitu . Seperti biasa Japrem.”
Anti                        :” Apaan itu Japrem?.” (heran)
Pereman I           :” Gak tahu dia. Kasih tau Bro.” (memerintah kepada Pereman II)
Pereman II          :” Japrem itu jika diibaratkan adalah pajak yang harus diserahkan kepada seorang penguasa.” (tuturnya)
Anti                        :” Apaan sih Om gak ngerti.” (garuk-garuk kepala)
Pereman I           :” Si ade kagak ngerti-ngerti. Japrem itu jatah preman.” (jelasnya)
Wildan                  :” Oh jadi , Om ini pereman toh.” (sambil bertolak tangan)
Pereman II          :” Yah dia baru nyadar. Nggak liat apa dandanan kita.”
Wildan                  :” Yahh pakaian gitu sih bukan pakaiannya pereman. Harusnya kalo mau jadi pereman yang benar pakai rantai , bawa minuman. Kalo itu pakaian yang Om pake sih pakaian tukang kuli.” (ledeknya)
Pereman II          :” Wah dia ngehina Bang. Kita hajar Bang.”
Pereman I           :” Ayo.”
                Dikarenakan keadaan yang mendesak dengan sangat terpaksa Wildan dan Iis pun bergabung untuk melawan pereman itu. Sedangkan Ilham dan Anti yang tidak bisa ikut berkelahi pun mundur. Dalam kesempatan ini Ilham pun meminta Nomer Handphone Anti.
Ilham                     :” Anti , sini. Kamu jangan ikut berkelahi, biar Wildan dan Iis saja. Kalo kamu kena pukul kecantikan kamu nanti rusak.” (menarik tangan Anti)
Anti                        :” Iya.” (pasrah)
Ilham dan Anti pun berlindung di tempat pos ronda. Suasana pun hening, mereka berdua hanya saling diam membisu. Akhirnya Ilham pun memulai pembicaraan.
Ilham                     :” An , eum anu .” (gugup)
Anti                        :” Anu apa ?.” (penasaran)
Ilham                     :” Eum kamu punya handphone?.” (gusar)
Anti                        :” Iya, kenapa ?.” (heran)
Ilham                     :” Aku boleh minta nomer kamu?.”
Anti                        :” Buat apa?.” (masih heran)
Ilham                     :” Yah , buat kontekan aja sekalian biar kita bisa makin deket.” (tersenyum)
Anti                        :” Oh gitu , ya sudah ini nomer ku 089*********.”
Ilham                     :” Makasih yah.” (tersenyum senang)
Anti                        :” Sama-sama.” (tersipu)
                Sedangkan itu perkelahian masih berlangsung dan tak lama kemudian perkelahian pun dimenangkan oleh Iis dan Wildan.
Pereman I           :” Kali ini kalian bisa menang (sambil memegang dadanya yang kesakitan, dengan napas tersenggal-senggal) tapi nanti tunggu saja balasan dari kami.” (ancamnya)
Pereman II          :” Kami tunggu seminggu lagi kalian di tempat ini.” (pergi)
Iis                            :” (berteriak) Ayo siapa takut. Jika kalian masih mau mengalami hal seperti tadi.”
                Pereman itu pun pergi. Iis dan Wildan pun menghampiri Anti dan Ilham.
Wildan                  :” De , jangan dekat-sekat sama anak miskin itu!!.” (lerainya)
Anti                        :” Tapi ka ..” (terputus)
Wildan                  :” Nggak ada tapi-tapian . Sudah sekarang kita pulang , Mamah dan Papah pasti dudah menunggu.” (menarik tangan Anti)
                Ilham dan Iis pun ikut pulang.
                Setelah semuanya tiba dirumah, mereka pun langsung beristirahat. Namun tidak bagi Ilham , ia mencoba menghubungi nomer yang tadi Anti berikan.
Ilham                     :” Halo Assalamualaikum.”
Anti                        :” Waalaikumsalam , siapa?.”
Ilham                     :” Ini aku Ilham.”
Anti                        :” Oh , ada apa ham?.”
Ilham                     :” Nggak , aku Cuma mau cek aja nomer kamu.”
Anti                        :” Oh gitu.”
Ilham                     :” Iya. An sudah malam sudah dulu yah. Nanti aku telpon lagi oke. Assalamualaikum.”
Anti                        :” Waalaikumsalam.”
                Panggilan pun terputus. Anti kegirangan , ia teriak-teriak. Karena berisik Pak Usef pun menggedor kamar Anti.
Pak Usef              :” Cepat tidur.”
Sedangkan itu di kamar Ilham juga merasakan hal yang sama. Ia hanya tersenyum-senyum.

BABAK III

                Setelah kejadian malam itu Ilham dan Anti semakin dekat. Tentu saja mereka berhubungan secara sembunyi-sembunyi karena jika tidak hubungan mereka pasti tidak akan direstui oleh kedua belah pihak mengingat hubungan kedua keluarga tersebut tidak pernah akur. Malam itu seperti biasa sepulang mengaji Ilham selalu telponan dengan Anti.
Ilham                     :” Halo Assalamualaikum.”
Anti                        :” Waalaikumsalam.”
Ilham                     :” Lagi apa An ?.”
Anti                        :” Biasa lagi duduk aja. Kamu?.”
Ilham                     :” Sama. An sebenernya ada yang mau aku omongin.” (serius)
Anti                        :” Apa ? nampaknya serius sekali.”
Ilham                     :” Eum kamu mau gak jadi pacar aku?.”
Anti                        :” Apa?.” (kaget)
Ilham                     :” Kamu mau gak jadi pacar aku?.”
Anti                        :” Eum gimana yah.” (gugup)
Ilham                     :” Gimana?.”
Anti                        :” Iya .”
Ilham                     :” Serius?.” (tak percaya)
Anti                        :” Iya .”
Ilham                     :” Makasih An.” (seneng)
Anti                        :” Iya , tapi gimana sama keluarga kita? Kamu kan tahu sendiri gimana mereka.”
Ilham                     :” tenang aja , kita kan bisa backstreet.”
Anti                        :” Yah baiklah.”
                Tanpa sengaja percakapan mereka berdua terdengar oleh Bu Filwah , ibunya Anti. Ia pun masuk ke dalam kamar Anti.
Bu Filwah             :” Lagi apa sayang?.”
Anti                        :” Tidak mah (menyembunyikan handphonenya).” (gelagapan kaget)
Bu Filwah             :” Apa yang tengah kamu sembunyikan?.” (penasaran)
Anti                        :” Tidak mah.” (tetap menyembunyikan)
Bu Filwah             :” Apa yang kamu sembunyikan?.” (membentak)
                Karena takut Anti pun akhirnya memberikan Handphonenya kepada Bu Filwah. Ternyata panggilan dari Ilham tersebut belum terputus.
Ilham                     :” Halo.”
Bu Filwah             :” Ini siapa?.”
Ilham                     :” Ini Ilham.”
Bu Filwah             :” Anaknya Bu Novi kan?.”
Ilham                     :” iya betul.”
Bu Filwah             :” Mau apa malam-malam begini kamu nelpon anak saya?.”
Ilham                     :” Memangnya ini siapa?.” (heran)
Bu Filwah             :” Mamahnya Anti.”
                Mengetahui siapa yang tengah berbicara dengannya , Ilham pun menutup teleponnya karena takut.
Bu Filwah             :” Anti sejak kapan kamu berhubungan dengan orang miskin itu hah?.”
Anti                        :” Sudah lama mah.” (takut)
Bu Filwah             :” Apa-apaan kamu ini , berhubungan dengan anak miskin itu.” (marah)
Anti                        :” Tapi mah aku mencintainya begitupun dengan Ilham ia pun mencintaiku mah . Kami saling mencintai.” (menahan tangis)
Bu Filwah             :” Apa? Mamah nggak salah denger? Tau apa kamu tentang cinta hah ?.”
Anti                        :” Tapi mah..”
Bu Filwah             :” Pokoknya sampai kapan pun mamah , papah sama kak wildan gak akan pernah setuju sama hubungan kalian.” (membentak)
Anti                        :” Tapi mah ..”
Bu Filwah             :” Nggak ada tapi-tapian pokoknya sekali mamah bilang nggak setuju tetap nggak setuju.”
Anti                        :” Iya mah.” (menangis)
Bu Filwah             :” Sudah cepat kamu tidur.” (perintahnya)
Anti                        :” Iya mah.”
                Setelah Bu Filwah keluar kamr Anti , Anti pun menangis sejadi-jadinya.

BABAK IV

                Keesokan harinya Bu Filwah sedang membersihkan halaman rumahnya dan tak lama kemudian Bu Novi pun juga ikut membersihkan halaman rumahnya.
Bu Filwah             :” Heh Bu Novi , jaga tuh anakmu Ilham. Jangan mentang-mentang anak ku cantik yah anakmu bisa berpacaran dengan anakku seenaknya.”
Bu Novi                                :” Apa maksud mu?.” ( tak mengerti)
Bu Filwah             :’ Anakmu itu merayu anakku untuk bisa menjadi pacar anakmu.”
Bu Novi                                :” Mustahil mana mungkin.”
Bu Filwah             :” Mustahil gimana? Kenyataannya begitu.”
Bu Novi                                :” Anakku itu ganteng yah masa mau sama anak mu yang pendek itu.” (mencela)
Bu Filwah             :” Gak salah denger apa? Justru anak saya itu cantik masa mau sih sama anakmu yang kurus kering itu.” (bertolak pinggang)
Bu Novi                                :” Anak mu itu udah jelek pendek lagi. Anak sama ibu sama saja.”
Bu Filwah             :” Sama apanya?.”
Bu Novi                                :” Sama pendeknya.” (tertawa)
Bu Filwah             :” Menghina yah kamu (mengacung-ngacungkan sapu). Dari pada anakmu Kurus kering kayak ikan asin yang baru di jemur. Gak pantes banget cowok kayak begitu.”
Bu Novi                                :” Eh berisik yah.”
Bu Filwah             :” Emang iyakan .”
                Karena sudah kesal dan amarahnya sudah sampai ke ubun-ubun Bu Novi pun melempar sampah ke wajah Bu Filwah yang sedari tadi ia bersihkan. Bu Filwah yang merasa tidak terima dengan perlakuan Bu Novi pun balik melempar sampah ke wajah Bu Novi.
Namun tak lama kemudian muncul Pak Ustad yang tidak sengaja melewat rumah mereka. Karena melihat percekcokan itu Pak Ustad pun berusaha melerai.
Pak Ustad            :” Ada apa ini?.”
Bu Novi                                :” Ini Pak Ustad Bu Filwah ngajak saya berantem terus.” (menunjuk Bu Filwah)
Bu Filwah             :” Nggak kok pak , justru Bu Novi yang ngajak berantem. Heh (menoyor bahu Bu Novi) gak usah memutar balikan fakta deh.” (kesal)
Pak Ustad            :” Ehh sudah-sudah. Nggak anak nggak ibu kok doyan banget berantem.”
Bu Novi                                :” Tapi ini bukan salah saya Pak Ustad , ini salah Bu Filwah.” (menunjuk)
Pak Ustad            :” Haduh , sudah-sudah. Coba sebenarnya ibu-ibu ini berantem karena apa ?.”
Bu Novi                                :” Soal anak kami pak.”
Pak Ustad            :” Memangnya ada apa dengan anak-anak kalian?.”
Bu Novi                                :” Bu Filwah menghina anak saya Pak. Dia bilang anak saya Ilham kurus kering kayak ikan asin yang baru di jemur.”
Pak Ustad            :” Apa benar Bu Filwah?.”
Bu Filwah             :” Benar Pak. Tapi Bu Novi juga menghina anak saya Anti. Dia bilang anak saya itu sudah jelek pendek lagi. Meskipun memang pendek.”
Pak Ustad            :” Apa benar Bu Novi?.”
Bu Novi                                :” Benar pa.” (menunduk)
Pak Ustad            :” Hem , sekarang sudah terlihat inti permasalahannya. Seharusnya ibu-ibu harus bersyukur dengan apa yang telah Alloh berikan kepada kita semua. Karena masih banyak diluar sana yang Alloh berikan kekurangan. Jadi sekarang ibu-ibu berdamai , Alloh tidak suka kepada hambanya yang selalu berselisih paham apalagi memperselisihkan ciptaannya.”
Bu Novi                                :” Iya Pak. Kalo begitu maafin saya yah Bu Filwah. Saya khilaf.” (menjabat tangan)
Bu Filwah             :” Iya bu sama saya juga minta maaf.” (membalas jabat tangan)
Pak Ustad            :” Nah kalo beginikan kelihatannya indah. Damai dan tentram. Kalo begitu saya pulang dulu yah Ibu-ibu. Salam buat Pak Usef dan Pak Adit yah.”
Bu Novi                                :” Iya pak insyaalloh saya sampaikan.”
Pak Ustad            :” Assalamualaikum.” (tersenyum dan pergi)
                Pak Ustad pun pergi. Setelah melihat Pak Ustad yang sudah jauh mereka pun melanjutkan kembali pertengkaran mereka.
Bu Novi                                :” Saya ralat yah ucapan permintaan maaf saya yang tadi.”
Bu Filwah             :” Saya juga ralat. Enak aja baikan sama kamu. Ngapain coba ? Gak penting.”
Bu Novi                                :” Iyaiyalah , ngapai berdamai sama istrinya si subur.” (bertolak tangan)
Bu Filwah             :” Apa kamu bilang ? daripada kamu istrinya si ceking.” (cibirnya sembar menggibaskan tangannya)
Bu Novi                                :” Apaan kamu. Mending masuk ke rumah deh daripada ngeladenin orang gak penting kaya kamu.”
Bu Filwah             :” Kamu pikir kamu pikir penting hah ?.”
                Bu Novi dan Bu Filwah pun berhadapan kemudian berbalik dengan wajah jutek.

BABAK V

                Pada suatu hari dikarenakan Ilham begitu rindu kepada Anti ia pun mengajak Anti untuk ketemuan dibelakang rumah tentunya tanpa sepengetahuan keluarga mereka. Namun nampaknya gerak-gerik Ilham dan Anti dicurigai oleh ibu mereka. Ilham dan Anti pun akhirnya bertemu. Namun sayang saat mereka baru saja bertemu mereka ketahuan oleh kedua ibu mereka.
Bu Novi                                :” Mau ngapain kalian?.” (bertolak tangan)
Ilham                     :” Ibu , “ (terkejut)
Bu Novi                                :” Mau ngapain kalian hah?.” (melotot)
Ilham                     :” Mau .. “ (gugup)
Bu Novi                                :” Mau apa?.”
Ilham                     :” Ketemuan sama Anti Bu.”
Bu Novi                                :” Mau apa pake ketemuan-ketemuan segala.”
Ilham                     :” Aku kangen ibu sama Anti.” (tersipu)
Bu Novi                                :” Apaan kangen. Sudah kamu jangan bergaul lagi sama orang pendek kayak dia. Apalagi sampai kangen-kangenan.”
Bu Filwah             :” Bicara apa kamu heh nene peot , kamu juga Anti jangan mau bergaul lagi sama orang kurus kering seperti dia.”
Bu Novi                                :” Apaan kamu ngajak berantem hah pendek?.”
Bu Filwah             :” Ayo siapa takut.”
Ilham                     :” Sudah bu. Jangan berantem terus gak malu apa. Harus Ibu tahu kami ini saling mencintai . Kami tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Tanpanya aku galau. (menggenggam tangan Anti)
                Anti hanya menatap Ilham.
Bu Novi                                :” Ohh bagus yah, sekarang kamu sudah berani sama ibu.”
Ilham                     :” Bukan begitu bu. Pokoknya jika ibu tidak merestui hubungan kami , kami akan kabur.”
Bu Filwah             :” Beraninya yah kamu mau ngajak anak ku kabur. Sampai mati pun aku tidak akan pernah setuju dengan hubungan kalian. Lagi pula kalo kamu (menunjuk Ilham) mau kabur silahkan saja kabur sendiri jangan bawa-bawa anak ku dong. Ayo nak kita pulang. Lama-lama disini bikin suntuk aja. “ (sembari menarik tangan Anti)
Anti                        :” Tap ..”
Bu Filwah             :” Sudah ayo.” (berlalu pergi sembari menarik paksa Anti)
                Sedangkan Anti hanya bisa menengok ke belakang. Mereka berdua pun saling menatap.
Bu Novi                                :” Sudah sekarang kita juga pulang. Nanti Ayah mencari.”
Ilham                     :” Iya Bu.” (mengekor dibelakang)
                Akhirnya mereka berempat pun pulang. Ilham dan Anti hanya bisa menelan kepahitan karena cinta mereka tidak direstui dan pertemuan mereka pun tak jadi.

BABAK VI

                Setelah pulang ke rumah, Ilham pun mencoba menghubungi Anti untuk membicarakan masalah kaburnya.
Ilham                     :” Halo , sayang .” (berbisik-bisik)
Anti                        :” Iya sayang.” (berbisik)
Ilham                     :” Kita jadikan kabur, kalo hubungan kita tetep nggak disetujuin.”
Anti                        :” Tapi Ham , aku takut sama mamah.”
Ilham                     :” Jadi kamu nggak mau sayang?.” (menahan kecewa)
Anti                        :” Bukan gitu. Masalahnya ..” (terpotong oleh pembicaraan Ilham)
Ilham                     :” Kamu sayang kan sama aku? Kalo kamu emang sayang sama aku malam ini kita kabur.”
Anti                        :” Tapi ham, aku takut mamah marah dan nyariin kita.”
Ilham                     :” Tenang saja, kita buat saja surat.”
Anti                        :” Baiklah. Tapi kita akan kabur kemana?.”
Ilham                     :” Kita kabur ke rumah teman ku.”
Anti                        :” Ya sudah. Aku ikut dengan mu.”
ilham                     :” Bagus, malam ini kita bertemu dibelakang rumah.”
Anti                        :” Iya sayang.”
                Setelah percakapan itu mereka pun langsung mematikan teleponnya. Mereka pun langsung menulis surat untuk orangtua mereka. Malamnya, seperti yang sudah di janjikan mereka bertemu dibelakang rumah. Mereka keluar melewati jendela. Tak lupa mereka menyimpan suratnya di teras rumah.
BABAK VII

                Dimalam yang sama Wildan dan Iis juga menusup keluar untuk pergi ke tempat yang sudah dijanjikan oleh mereka dan kedua pereman itu. Saat mereka tiba ternyata mereka sudah disambut oleh kedua pereman itu. Salah satu pereman itu membawa segelondong kayu.
Pereman I           :” Akhirnya kalian datang juga.”  (menghampiri)
Pereman II          :” Lama banget kalian. Darimana dulu hah?.” (mengangkat alisnya)
Wildan                  :” Gak sabaran banget kalian. Tenang aja ngapa, kita juga pasti dateng kok. Lagi pula kayak yang bakal menang aja kalian ngelawan dia.” (menunjuk Iis)
Iis                            :” Aish , kenapa Cuma aku? Kamu juga lah.”
Wildan                  :” Iya maksud aku kamu dulu terus aku. Tenang aja lah untuk leadaan terjepit seperti ini kita teman. Tapi kalo udah selesai kita kembali menjadi musuh.”
Iis                            :” Iyalah terserah kamu.”
Pereman I           :” Ayo ka jangan lama-lama kita hajar mereka.”
Pereman II          :” Ayo.”
                Perkelahian pun dimulai. Mereka saling baku hantam. Nampaknya perkelahian itu seimbang. Saat Iis lengah karena lelah si pereman I pun menghantam punggung Iis dengan kayu yang tadi ia bawa, Iis pun pingsan.
Wildan                  :” Iis ..” (berteriak)
Tanpa disengaja ternyata ada dua orang hansip yang melihat kejadian tersebut, hansip tersebut pun berlari menghampiri mereka. Karena takut ditangkap, pereman tersebut pun kabur.
Hansip I                                :” Apa yang terjadi nak?.”
Wildan                  :” Para pereman tadi ngajak berantem Pak , dan ini teman saya punggungnya dihantam oleh kayu itu.” (menunjuk kayu)
Hansip I                                :” Tapi kalian tadi meladeninya?.”
Wildan                  :” Iya Pak. Terpaksa itu juga Pak.”
Hansip I                                :” Terpaksa gimana?.”
Wildan                  :” Yah terpaksa , karena jika kami tidak meladeninya mereka akan terus mengejar kami.”
Hansip I               :” Karena apa mereka mengejar kalian?.”
Wildan                  :” Seminggu lalu saat kami pulang mengaji mereka meminta upeti, karena kami tidak memberinya jadilah seperti ini.”
Hansip I                                :” Hem kalo begitu, kamu tahu mereka lari kemana?.”
Wildan                  :” Saya tidak tahu Pak.”
Hansip I                                :” Tapi kamu tahu kan dimana tempat mereka kumpul.”
Wildan                  :” Tahu Pak , biasanya mereka berkumpul di rumahnya Bang Ucup.”
Hansip I                                :” Ya sudah kalo begitu Pak tolong pergi ke rumah Bang Ucup bawa mereka ke rumah Pak Usef dan Pak Adit tahu kan? Saya akan mengantar Wildan dan Iis ke rumahnya.”
Hansip II               :” Baik Pak. Kapan ke rumah Bang Ucupnya?.”
Hansip I                                :” Taun depan.”
Hansip II               :” Masa Pak?.”
Hansip I                                :” Ya sekaranglah.”
Hansip II               :” Oh siap pak. Saya pergi Pak.”
                Hansip II pun pergi.
Hansip I                                :” Ayo nak kita pulang. Bapak akan antar kalian.” (sambil membopong Iis)
Wildan                  :” Iya Pak makasih.”
                Pak Hansip I dan Wildan pun pulang
BABAK VIII

                Hansip II pun langsung ke rumah Bang Ucup. Ia langsung menabrak pintu rumah Bang Ucup dan langsung menangkap kedua pereman tersebut.
Hansip II               :” Diam kalian jangan bergerak.” (menodongkan pistolnya)
Pereman I dan Pereman II           :” Ada apa ini Pak.” (bersamaan)
Hansip II               :” Jangan banyak tanya dan jangan bergerak.”
Pereman I           :” Ada apa Pak sebenarnya ini.”
Hansip II               :” Tadi kalian kan yang memukul perempuan tadi sampai pingsan. Kalian juga yang berkelahi dan meminta uang upeti kepada mereka kan.”
Pereman I           :” Oh , yah itu memang yang kami lakukan. Lantas kamu mau apa hah ?.”
Hansip II               :” Kalian harus bertanggungjawab atas perlakuan kalian tadi.”
Pereman II          :” Kami tidak mau. Untuk apa kami bertanggungjawab, toh itu salah mereka juga yang tidak mau memberikan upeti dan menantang kami.”
Hansip II               :” Yah jika kalian tidak mau bertanggungjawab terpaksa aku harus menangkap kalian.”
Pereman I           :” Memangnya kamu bisa menangkap kami hah?.”
Hansip II               :” Tentu saja kenapa tidak?.”
Pereman II          :” Sombong. Memang kamu bisa melawan kami yang berdua sedangkan kamu cuma sendiri.”
Hansip II               :” Gegabah sekali kamu bicara. Jangan mentang-mentang aku sendiri dan kalian berdua yah. Gini-gini juga aku ini mantan karateka.”
Pereman I           :” Halah , banyak bacot. Coba sini tunjukan kelihaian karate mu. Coba lawan kami.”
                Hansip II pun tak menyia-nyiakan waktu ia langsung mengambil ancang-ancang dan mengeluarkan jurus karatenya. Pereman I dan Pereman II pun kalah , mereka berhasil ditangkap oleh Hansip II. Hansip II pun membawa mereka ke rumah Pak Adit dan Pak Usef.

BABAK IX

Dimalam yang sama, Pak Usef dan Pak Adit mndapati kedua anak-anaknya tak ada. Mereka pun merasa cemas dan khawatir. PaK Usef & Bu Filwah pun keluar rumah untuk mencari anak-anaknya. Namun tanpa disengaja ternyata Pak Adit & Bu Novi pun keluar secara bersamaan.
Bu Filwah             :” Anak-anak ku...”
Pak Usef                              :” Sudah-sudah Mah. Kita cari sekarang.”
                Pak Usef pun mencoba menenangkan Bu Filwah. Saat akan keluar tanpa sengaja melihat Pak Adit  dan Bu Novi keluar.
Pak Usef              :” Heh mau ngapain kalian malem-malem gini keluar rumah.”
Pak Adit               :” Suka-suka kami dong. Lagi pula apa hak mu nanya-nanya , bukan urusan keluarga mu.”
Bu Filwah             :” Sudah Pah jangan urus keluarga mereka. Paling mereka mau berbuat sesuatu.”
Bu Novi                                :” Enak saja kalo ngomong. Kalian kali yang mau berbuat sesuatu sama si subur.”
Bu Filwah             :” Apa kamu bilang?. Kamu kali yang mau sesuatu sama si ceking.”
Pak Usef              :” Sudahlah mah. Sekarang ini bukan saatnya ribut. Kita harus mencari anak-anak kita.”
Pak Adit               :” Jadi ? anak kalian juga hilang? Anak kami juga hilang.”
                Tanpa sengaja Pak Adit dan Pak Usef menemukan secarik kertas di terasnya masing-masing. Lalu mereka membuka dan membacanya. Ternyata isi surat itu adalah kekecewaan Anti dan Ilham karena cinta dan hubungan mereka tidak direstui. Bu Filwah pun memicingkan matanya ke arah Pak Adit  dan Bu Novi.
Bu Novi                                :” Apa?.”
Bu Filwah             :” Pah , pasti yang membawa kabur anak kita itu adalah Ilham.”
Bu Novi                                :” Enak aja, anak situ kali yang ngajak kabur anak kita. Secara gitu yah anak ku itu ganteng.”
Bu Filwah             :” Ahahaha , gak salah denger? Segitu kurus keringnya juga anak kamu.”
Bu Novi                                :” Dari pada anak kamu pendek.”
Pak Adit               :” Sudah-sudah jangan berantem terus. Lebih baik kita mencari anak kita.”
Pak Usef              :” Iya mah. Ayo kita cari anak kita.”
                Saat akan keluar rumah muncul Pak Hansip I, Wildan dan Iis ke rumah mereka. Keluar ga Pak Usef dan Pak Adit pun heran kenapa Iis bisa dibopong oleh Pak Hansip.
Pak Adit               :” Ada apa ini Pak , mengapa anak saya pingsan?.” (menghampiri Pak Hansip)
Hansip I                                :” Ini Pak tadi Wildan sama Iis berkelahi dengan Pereman dan Iis kena pukul pereman itu.”
Pak Adit               :” Siapa yang berani memukul anak saya hah ?.” (marah)
Hansip I               :” Sudah Pak tenang , pelakunya sudah kami tangkap oleh Pak Hansip II.”
Pak Adit               :”  Yah syukurlah jika begitu.”
Pak Usef              :” Heuh (mengejek) katanya jago karate , taunya dikitikin kayu dikit aja gak bisa.”
Pak Adit               :” Kalo ngomong itu di jaga yah Pak.” (mengacungkan telunjuknya ke wajah Pak Usef)
Wildan                  :” Sudahlah Pah , jangan berantem. Ini juga salah ku . Iis seperti itu karena menolong ku. Pereman tadi hendak memukul ku tapi Iis menolongku akhirnya punggung Iis yang kena pukul.”
Pak Adit               :” Nah dengar , masa cowok dilindungi cewek?.”
Pak Usef              :” (nyengir) iya juga.”
                Tak lama kemudian Iis pun sadar. Bu Novi langsung masuk ke rumahnya membawakan minum kemudian memberikannya kepada Iis.
Bu Novi                                :” Minum dulu sayang.”
                Tibalah Pak Hansip II dan kedua pereman itu ke rumah Pak Cecep.
Hansip II               :” Lapor pak , saya berhasil menangkap kedua pereman tersebut. Ini di taraa .”
Hansip I                                :” Iya, terimakasih Pak.” (tersenyum)
Hansip II               :” Pak Adit , pereman-pereman inilah yang membuat anak Bapak pingsan. Mau diapakan?.”
Pak Adit               :” Bawa saja mereka ke polisi.”
Bu Novi                                :” Jangan gegabah dulu Yah , kita tanya Iis dulu saja. Biar ia yang menentukan.”
Pak Adit               :” Baiklah. Anak ku , pereman ini akan kamu apakan?.”
Iis                            :” Dilepas sajalah Yah.” (dengan lemas)
Pak Adit               :” Kenapa dilepas nak?.”
Iis                            :” Sudalah Pak dilepas saja.” (lemas)
Pak Adit               :” Ya sudahlah kalo begitu. Kalian kami bebaskan tapi kalian harus minta maaf dulu pada anak saya.”
Pak Usef              :” Dan juga anak saya.”
Pereman I           :” Iya Pak makasih. Iis , Wildan kami berdua minta maaf. Kami janji kami tidak akan melakukannya lagi. Kami tidak akan meminta upeti lagi kami akan bertaubat dan menjaga desa ini.”
Iis                            :” Yah kami maafkan. Asal kalian menepati janji kalian.”
Pereman I & Pereman II                               :” Pastinya.”
                Karena sudah sangat malam , mereka pun masuk ke dalam rumah.

BABAK X

                Keesokan harinya , Ilham dan Anti merasa bersalah karena kabur dari rumah dan akhirnya mereka pun spakat untuk pulang kembali ke rumah kembali. Setibanya di rumah ternyata keluarga mereka tengah berada di luar. Anti pun berlari ke dalam rumahnya.
Anti                        :” Mah , maafkan aku.”
Bu Filwah             :” Iya nak gak apa-apa. Yang penting sekarang kamu pulang ke rumah.”
Anti                        :” Maafkan aku juga pah.”
Pak Usef              :” Iya. Papah maafkan . Tapi jangan dilakukan sekali-kali lagi yah.”
Anti                        :” (Mengangguk) Iya pah.”
                Di rumah Pak Adit. Ilham pun meminta maaf kepada Ayah dan Ibunya.
Ilham                     :” Ayah , Ibu maafkan Ilham yah. Ilham janji Ilham gak bakalan kayak gini lagi.”
Pak Adit               :” Iya nak gak apa-apa.”
                Pak Usef dan Pak Adit pun keluar rumah untuk meminta maaf. Akhirnya pintu hati dua keluarga tersebut terketuk oleh perjuangan cinta Anti dan Ilham.
Pak Usef              :” Pak Adit setelah aku pikir-pikir tidak ada salahnya jika kita berdamai. Itu juga demi kebahagiaan anak kita.”
Pak Adit               :” Iya Pak. Anak kita saling mencintai. Kita sangat jahat jika tak merestui hubungan mereka.”
Pak Usef              :” Baiklah, jika memang begitu . Maafkan aku , istriku dan anak-anak ku ya Pak?.”
Pak Adit               :” Iya Pak. Aku juga minta maaf atas perbuatan ku , istriku dan anak-anakku selama ini.”
Pak Usef              :” Pak bagaimana kalo kita tunangkan saja mereka?. Untuk langsung ditikahkan aku pikir mereka masih terlalu muda.”
Pak Adit               :” Ide bagus itu. Aku setuju.”
Pak Usef              :” Tapi kita tanya dulu mereka , apa mau?.”
                Ilham, Anti, Wildan dan Iis muncul.
Ilham                     :” Jelas , tentu saja mau Om.”
Pak Usef              :” Kalian. Bagus lah kalo bersedia.”
Pak Adit               :” Tunggu Anti bagaimana?.”
Anti                        :” Iya , mau.” (menunduk malu)
Semuanya           :” Alhamdulillah.” (tersenyum lega)
                Muncul Bu Novi dan Bu Filwah.
Bu Novi                                :” Eh eh , ini ada apa toh tersenyum gembira begitu.”
Wildan                  :” Ini tante Papah sama Om Adit  berniat menunangkan Anti dengan Ilham.”
Bu Filwah             :” Benarkah? Baguslah jika begitu.”
                Saat tengah asyik berbicara muncul Pak Ustad.
Pak Ustad            :” Assalamualaikum.”
Semuanya           :” Walaikumsalam.”
Pak Adit               :” Eh Pak Ustad, mari masuk Pak.”
                Pak Ustad pun masuk dan duduk.
Pak Ustad            :” Nah begini dong dari dulu. Aman, damai, tentram dan sejahtera. Kan indah.”
Pak Adit               :” (tersenyum) Iya Pak. Saya baru sadar beginilah indahnya bertetangga.”
Pak Usef              :” Iya Pak. Saya juga baru sadar.”
Pak Cecep           :” Oiya pak, begini kami berencana akan melaksanakan pertunangan Ilham dan Anti.”
Pak Ustad            :” Wah itu bagus. Kapan Pak?.”
Pak Usef              :” Untuk tanggalnya kami belum menentukan hanya saja pasti dalam waktu dekat-dekat ini.”
Pak Ustad            :” Hem begitu. Ya sudah , jika begitu saya pamit pulang dulu ya Pak.”
Bu Filwah             :” Eh mau kenapa Pak.”
Pak Ustad            :” Saya sudah ditunggu istri saya.”
Pak Adit               :” Oh begitu, Baiklah Pak terimakasih atas pertolongannya selama ini loh (berdiri bersamaan).”
Pak Ustad            :” Iya Pak sama-sama. Saya harap kalian tetap akur dan rukun seperti ini yah.”
Bu Novi                                :” Amin, insyaalloh.”
Pak Ustad            :” Baiklah kalo begitu, Assalamualaikum.”
Semuanya           :” Waalaikumsalam.”
                Pak Ustad pun pergi.
Pak Adit               :” Pak Usef sepertinya kami juga harus pulang. Sudah sore. “
Pak Usef              :” Oiyah silahkan. Sekali lagi saya minta maaf yah.”
Pak Adit               :” Iya pak saya juga.”
                Mereka pun bersalam-salaman dan saling berpelukan.
                Akhirnya kedua keluarga tersebut berdamai. Tak pernah terdengar percekcokan lagi diantara kedua keluarga tersebut. Pereman-pereman yang dulu pernah memukul Iis kini mereka bertaubat. Mereka berteman dengan Iis dan Wildan , dan bergabung dalam mengamankan desa. Sedangkan itu Ilham dan Anti pun resmi bertunangan.